Thank You

Your are now register subscriber for our Rouse

Cross-Border Data Compliance in China for International Businesses

Published on 07 Feb 2023 | 7 minute read
In this article we discuss key drivers, pain points and how to address them.

Penyusunan Kontrak di bawah Hukum Perdata Indonesia


Pertama-tama perlu dipahami syarat-syarat dasar penyusunan kontrak di Indonesia.

Dalam Pasal 1320 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur secara umum bahwa perlu “kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya”. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia ini tidak secara khusus mensyaratkan adanya berkas dokumen atau tanda tangan basah. Namun, hal-hal tersebut yang diharapkan oleh pengadilan di Indonesia untuk membuktikan keberadaan suatu kontrak.

Oleh karena itu, pandangan konvensional mengenai kontrak yang sah adalah kontrak yang dibentuk di dalam dokumen formal yang dibubuhi tanda tangan basah oleh kedua belah pihak. Pandangan ini sepertinya tidak akan berubah dalam waktu dekat. Dengan demikian, tidak dimungkinkan untuk menerapkan konsep common law mengenai penyusunan kontrak yaitu seperti kontrak berdasarkan tindakan (contract by conduct) atau kontrak berdasarkan korespondensi (contract by correspondence) – di mana tindakan persetujuan tersebut tidak tercakup dalam dokumen yang sama.

Hal-hal di atas menjelaskan mengenai latar belakang diskusi berikut terkait dengan keabsahan dan keberlakuan "kontrak elektronik" yang pada dasarnya berusaha untuk menghilangkan pemahaman konvensional di atas mengenai kontrak berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

UU ITE

Kontrak elektronik pertama kali mendapat pengakuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) pada Pasal 18 Ayat (1):

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
Pemikiran pada saat itu adalah bahwa tanda tangan masih diperlukan meskipun dalam bentuk elektronik. Pasal 11 UU ITE mengatur legalitas tanda tangan elektronik:

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik hanya terkait dengan Penanda Tangan;
  2. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
  3. semua perubahan pada Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah penandatanganan dapat diketahui;
  4. segala perubahan Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah penandatanganan dapat diketahui;
  5. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
  6. terdapat cara tertentu yang dapat menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tanda tangan elektronik yang disyaratkan umumnya dianggap sebagai tanda tangan yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi – tanda tangan elektronik tersertifikasi. Hingga saat ini, beberapa lembaga sertifikasi (Penyelenggara Sertifikasi Elektronik) lokal telah ditugaskan oleh pemerintah Indonesia.

Peraturan turunan dari UU ITE yang berupa Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP No. 71/2019”) menegaskan bahwa tanda tangan elektronik dapat tersertifikasi atau tidak tersertifikasi – Pasal 60 Ayat (2) dan Ayat (4):

Pasal 60

(2) Tanda Tangan Elektronik meliputi:

  1. Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi; dan
  2. Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi.

(4) Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat tanpa menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia.

Hal di atas memberikan kemungkinan adanya "tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi" yang dapat mencakup DocuSign. Namun, perlu memperhatikan nilai pembuktian sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan dari Pasal 60 Ayat (2) PP No. 71/2019 -

Ayat (2)

Akibat hukum dari penggunaan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi atau tidak tersertifikasi berpengaruh terhadap kekuatan nilai pembuktian.

Dapat diperdebatkan bahwa tanda tangan tidak tersertifikasi juga mencakup DocuSign. Kemudian, terdapat juga pandangan bahwa pindaian dari tanda tangan basah juga dapat dianggap sebagai tanda tangan tidak tersertifikasi – meskipun kemungkinan nilai pembuktiannya rendah. Namun, gagasan mengenai tanda tangan tidak tersertifikasi mungkin tidak akan mencakup perjanjian dengan click wrap atau shrink wrap di mana tindakan persetujuannya adalah tindakan temporal dengan mengklik tombol virtual pada layar komputer – hal ini tidak menghasilkan tanda tangan yang terlihat dengan jelas. Tindakan temporal ini tidak tertangkap oleh apa pun yang terlihat dengan jelas dan mudah dikenali oleh mata manusia sebagai tanda tangan dalam pengertian konvensional. Namun demikian, kontrak click wrap tampaknya telah diterima secara umum sebagai perjanjian yang sah di Indonesia.

Legalitas Kontrak Click Wrap

Terdapat dua masalah yang berhubungan dengan kontrak Click Wrap:

  1. Penyusunan perjanjian yang dapat mengikat secara hukum; dan
  2. Syarat dan ketentuan yang terkait dengan perjanjian, dengan asumsi bahwa hambatan di awal dari penyusunan kontrak telah diselesaikan.

Penyusunan Kontrak – kontrak click wrap masih belum memililiki dasar yang kuat sebagaimana telah dibahas di atas. Dapat diperdebatkan bahwa ketentuan dalam PP No. 71/2019 berikut ini dapat memberikan dukungan atas pengakuan terhadap kontrak click wrap di mana tidak ada pembubuhan tanda tangan (tinta basah atau elektronik).

Penjelasan Pasal 46 Ayat (1)

Ayat (1)

Transaksi Elektronik dapat mencakup beberapa bentuk atau varian, antara lain:

  1. kesepakatan tidak dilakukan secara elektronik, namun pelaksanaan hubungan kontrak diselesaikan secara elektronik;

"Penyelesaian hubungan kontraktual" dapat mencakup click wrap. Dengan interpretasi ini, hubungan kontraktual dapat dikatakan telah terselesaikan melalui tindakan yang dilakukan oleh para pihak seperti tindakan memberikan tanda centang pada tombol click wrap.

Namun, hal ini secara praktis tidak akan berpengaruh apapun jika bukti terjadinya kontrak click wrap tidak dapat dibuktikan di pengadilan – biasanya pada saat terjadi sengketa. Untuk melakukan hal ini, paling tidak harus terdapat rekaman catatan yang terjadi pada waktu yang bersamaan ketika tindakan pemberian tanda centang dan persetujuan syarat-syarat tersebut dilakukan.

Persyaratan kontrak dalam kontrak daring – Dengan asumsi bahwa tidak ada masalah dalam penyusunan kontrak, maka permasalahan berikutnya adalah membuktikan syarat dan ketentuan yang termasuk dalam kontrak tersebut. Perlu diingat pula bahwa setiap rekaman dari syarat dan ketentuan tersebut adalah dalam bentuk digital yang tersimpan di dalam repositori ether world. Bahkan jika syarat dan ketentuan tersebut dapat dicetak jika diperlukan karena timbulnya perselisihan, masih terdapat tantangan untuk membuktikan bahwa syarat dan ketentuan yang tercetak tersebut adalah bagian yang mengatur mengenai persetujuan ketika pengguna tersebut melakukan tindakan mengklik.

Hal ini memberikan pandangan bahwa tindakan mengklik tersebut adalah murni bersifat temporal. Dokumen manapun yang tercetak kemudian tidak akan dianggap sebagai rekaman persetujuan syarat dan ketentuan yang terjadi pada waktu yang bersamaan dengan tindakan mengklik tersebut. Pada yurisdiksi negara yang lebih maju, bukti akan digunakan untuk membuktikan bahwa syarat dan ketentuan yang tercetak tersebut adalah salinan yang benar dari versi yang tersimpan dalam sistem komputer – yaitu versi dari syarat dan ketentuan yang telah disetujui oleh pengguna tersebut.

Pengadilan di Indonesia mungkin belum bisa menerima pernyataan fakta- setelah-terjadi (after-the-fact) tersebut untuk membuktikan syarat dan ketentuan yang terjadi pada waktu yang bersamaan dari kontrak online tersebut. Pengadilan di Indonesia telah terbiasa dengan perjanjian tercetak dengan tanda tangan basah yang menandakan adanya persetujuan dari para pihak terhadap ketentuan yang diatur dalam perjanjian tersebut. Para Hakim di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menolak gugatan ketika alat bukti dari penggugat menyimpang dari yang telah ditetapkan. Setiap upaya untuk pembuktian perjanjian selain dengan cara yang konvensional memiliki risiko untuk ditolak. Lihat di bagian bawah mengenai Praktik Terbaik di mana kami mengusulkan untuk melakukan pencatatan rekaman terhadap kontrak click wrap.

Suatu alternatif selain litigasi di pengadilan tidak diragukan lagi adalah melalui arbitrase, di mana arbiter mungkin memiliki pemahaman yang lebih dalam hal komersial dan menerima pembuktian kontrak daring yang non-konvensional.

Persetujuan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi

Dalam konteks ini, persetujuan subjek data akan berada di awal.
Persyaratan untuk mendapatkan persetujuan dapat dikatakan telah didefinisikan dengan baik – Pasal 22 UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (“PDPA”):

Pasal 22

  1. Persetujuan pemrosesan Data Pribadi dilakukan melalui persetujuan tertulis atau terekam.
  2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara elektronik atau non elektronik.
  3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama.
  4. Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengandung maksud lain, permintaan persetujuan harus memenuhi ketentuan:
    1. dapat dibedakan secara jelas dengan hal lainnya;
    2. dibuat dalam format yang dapat dipahami dan mudah diakses; dan
    3. menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
  5. Persetujuan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dinyatakan batal demi hukum.

Jelas terlihat bahwa diperlukan tindakan positif yang menunjukkan adanya persetujuan. Hal ini tidak boleh tersirat – di mana subjek data dianggap telah memberikan persetujuan dengan tetap menggunakan layanan di situs web.

Oleh karena itu, click wrap merupakan opsi yang layak bahkan jika PDPA dengan jelas mengesampingkan persetujuan yang implisit.

Meskipun demikian, tindakan mengklik tersebut tetap merupakan tindakan temporal – dan rekaman back-end mungkin menunjukkan tidak lebih dari alamat IP dari subjek data (biasanya satu-satunya identitas yang tersedia untuk pengontrol data) dan tindakan memberikan tanda centang pada kotak, dan kumpulan syarat dan ketentuan yang terkait. Perlu diperhatikan bahwa alamat IP bukan suatu hal tetap yang dapat selalu dikaitkan dengan subjek data yang sama. Oleh karena itu, hal tersebut bukan cara yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi pengguna. Jika identifikasi subjek data tidak diserahkan sebelum mengklik, dapat diperkirakan akan sulit untuk dapat membuktikan identitas orang yang "mengklik" pada saat itu.

Praktik Terbaik dalam Pengelolaan Kontrak Click Wrap

Pertimbangan utama adalah pencatatan rekaman dari tindakan mengklik tersebut. Mengingat bahwa alamat IP sebagai sumber atas klik tersebut tidak mencukupi untuk mengidentifikasi pengguna tanpa adanya informasi lebih yang menyertakan nama dan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, sistem setidaknya harus diatur dengan baik agar subjek data untuk dapat memberikan namanya dan pengidentifikasi lainnya.

Sistem otomatis harus disiapkan untuk menghasilkan pencatatan rekaman. Setiap kali pengguna memberikan tanda centang pada kotak klik, rekaman dapat secara otomatis dihasilkan atas data-data berikut:

  1. lokasi pengguna.
  2. email pengguna.
  3. tanggal dan waktu pada saat pengguna menyetujui ketentuan dari kontrak.

Rekaman catatan yang dihasilkan idealnya harus tertangkap dalam email yang dikirimkan ke pengguna yang mana berfungsi sebagai rekaman yang terjadi pada waktu yang bersamaan tersebut.

Email konfirmasi kepada pengguna dapat digunakan sebagai rekaman dari persetujuan dan ketentuan yang disetujui. Suatu sistem harus disiapkan untuk menyimpan email dengan aman. Jika timbul perkara litihasi, email akan berfungsi sebagai rekaman yang yang terjadi pada waktu yang bersamaan dari tindakan persetujuan dan ketentuan yang disetujui.

Proses back-end harus didokumentasikan jika kebenaran rekaman tersebut dipertanyakan.
Hal di atas tidak memberikan prediksi mengenai bagaimana pengadilan di Indonesia pada akhirnya akan memutuskan terhadap pertanyaan sehubungan dengan kontrak click wrap. Masing-masing perkara perlu mempertimbangkan pokok permasalahannya sendiri. Nasihat profesional harus didapatkan sehubungan dengan praktik bisnis Anda.

30% Complete
Senior Consultant, Rouse Consultancy
+44 20 7536 4185
Senior Consultant, Rouse Consultancy
+44 20 7536 4185